Kelompok 78 (Dibunuh Saja?)

Posted by :campuran




Dalam pertandingan sepakbola, sesungguhnya yang bertanding adalah antara 11 pemain dari tim A melawan 11 pemain dari tim B. Faktor wasit dalam kompetisi yang menjunjung tinggi fairplay, tak memberi pengaruh signifikan kecuali si pengadil lakukan 'human error'. Sementara penonton yang sering dijuluki pemain ke-12 hanyalah memberikan perbedaan dalam semangat dan motivasi bertanding. Semakin banyak pendukungnya, memungkinkan pemain dari tim yang didukung menjadi lebih berkobar-kobar semangatnya.

Bagi para pejuang-pejuang revolusi PSSI (anda dikenal sebagai Kelompok 78), saat ini andalah pemain dari kesebelasan PERUBAHAN. Headcoach anda adalah duet GT-AP, dan misi anda adalah menggulung kesebelasan STATUSQUO secara telak.

Pemain dari kesebelasan Statusquo adalah pemilik suara yang tidak bergabung dengan Kelompok 78. Ini pemain hasil binaan pemandu bakat Nurdin Halid. Kesebelasan statusquo dilatih oleh NIRWAN BAKRIE. Meski oknum satu ini suka malu-malu kucing dan tak mau mengaku sebagai pelatih, tapi lebih senang dianggap sebagai Direktur Teknik. Tidak pernah duduk di bench. Tapi sebetulnya bisa membisiki hal-hal yg penting dan strategis melalui BBM atau sms kepada pelatih.

Jadi sesungguhnya yang bertanding di lapangan adalah pemain kesebelasan PERUBAHAN melawan pemain kesebelasan STATUSQUO. Siapa yang menang adalah yang mampu mengungguli lawannya di atas lapangan. Saya ulang; DIATAS LAPANGAN, alias di ruang kongres.

Soal tribun barat - timur - dan utara dipenuhi suporter-suporter kesebelasan Statusquo yang dikerahkan oleh kelompok suporter TV One, Antv, Viva.news.com dll, itu hanyalah pendukung yang tidak ikut bertanding di lapangan. Mereka mungkin jumlahnya 10x lipat suporter kesebelasan PERUBAHAN, tapi yang bisa mereka lakukan hanyalah bernyanyi dan meneriakkan yel-yel ;

"Nirwan - Nurdin itu saudara. Kelompok 78 dibunuh saja."

"TV Oon - Nirwan itu saudara. Kelompok 78 dibunuh saja."

"Yo ayoo .. Ayo STATUSQUO, kuingiiin ... Kamu harus menang!!"

Sambil mengibarkan syal kebanggaan berwarna KUNING. Diulang; warna KUNING.

Sementara suporter kesebelasan PERUBAHAN cuma menempati tribun selatan. Teriakan mereka nyaris tak terdengar karena terlindas oleh gegap gempitanya pendukung kesebelasan STATUSQUO.

Apakah kesebelasan dengan jumlah pendukung sedikit pasti kalah melawan kesebelasan dengan jumlah pendukung banyak? Tidak!! Permainan ada diatas lapangan.

Ingat kasus perebutan kursi Ketum Demokrat? Andi Malarangeng sibuk melakukan pencitraan di TV dan media massa. Paparkan visi dan misi bukan kepada pemilik suara, tapi ke publik (penonton). Sementara Anas Urbaningrum diam-diam safari ke daerah-daerah, menggalang dukungan langsung ke pemilik suara. Di TV dan media Anas kalah populer dari Andi Malarangeng. Tapi apa yang terjadi? Di pemilihan yang sesungguhnya Andi kalah telak dari Anas. Bukti pencitraan hanya berlaku di awang-awang. Pertandingan sesungguhnya adalah antar pemilik suara.

Saya pernah mendukung kandidat pasangan Pilwakot di kota Semarang. Saya garap pencitraan melalui media massa lokal terbesar. Saya lakukan kontra pencitraan dan pembunuhan karakter pada rival terberat. Hasil 2 lembaga survei menunjukkan kandidat yang saya dukung unggul diatas 20% atas rival terberat. Hasil akhirnya? Kandidat yang saya dukung kalah 12.000 suara. Kenapa? Karena rival lebih rajin turun ke pasar dan kampung-kampung langsung menemui calon pemilihnya alias pemilik hak suara. Pertandingan sesungguhnya di bilik suara, bukan di media massa.

Ingat kasus Sutrisno Bachir yang curi start dengan kampanye bernilai belasan milyar dengan jargon 'HIDUP ADALAH PERBUATAN'. Ada sebuah periode dimana disetiap kota besar dijejali spanduk baliho poster bergambar SB dan jargonnya. Dia membentuk pencitraan ditengah masyarakat. Tapi dia lupa bahwa bisa dicalonkannya dia menjadi RI1 atau RI2 adalah hak pemilik suara di DPP PAN, dan hampir semua suara di PAN patuh kepada Amien Rais. Begitu Amien katakan 'no', maka pencitraan sebesar apapun melayang. Kalah oleh realita ditentukan oleh pemilik suara.

Jadi ayo para pendukung REVOLUSI PSSI, para pendukung perubahan, jangan berkecil hati bahwa jumlah kita mungkin lebih kecil. Genderang suporter lawan mungkin lebih keras. Mobilisasi yang dilakukan kelompok suporter lawan mungkin lebih banyak. Tapi pertarungan sesungguhnya ada di lapangan, ada ditangan pemilik suara. Dan kita semua tahu kekuatan pemilik suara yang kita dukung tak kalah dengan kekuatan MANCHESTER UNITED. Lawan kita juga bukan sekelas BARCELONA. Lawan kita cuma sekelas FULHAM. Jadi meski satu stadion dipenuhi suporter Fulham yang berteriak lantang sepanjang 2 x 45 menit, kenapa mesti takut??

Biarkan mereka teriak; "Kelompok 78 dibunuh saja .." Tapi percayalah saat peluit panjang dibunyikan, kitalah yang akan selebrasi dan mengangkat piala.


Sumber : Ari Wibowo SepakbolaProperti

Pembaca Kami Juga Membaca:



{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar

Mengatakan...