Penggiat industri musik, penyelenggara jasa internet, anggota dewan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika dilaporkan telah bersepakat untuk melakukan tindakan terhadap keberadaan situs-situs yang menyediakan akses untuk pengunduhan lagu secara ilegal.
Ujung dari kesepakatan ini adalah pemblokiran. Akankah kebijakan ini terjadi setelah masyarakat sudah sekian lama dimanjakan dengan 'fasilitas' murah meriah dari situs-situs musik ilegal tersebut?
Menurut musisi senior James F. Sundah, pemanfaatan situs musik ilegal ini memang sudah membudaya sehingga tindakan tegas berupa penutupan terhadap situs-situs yang ditengarai melanggar diyakini akan menimbulkan resistensi.
"Namun kita juga tidak bisa membiarkan terus hal itu (situs musik ilegal). Awalnya kita harus menyamakan persepsi kepada para stakeholder. Takutnya kan persepsi mereka berbeda-beda," ujarnya.
Sejumlah pihak pun dilaporkan telah bertemu di kantor Kementerian Kominfo pada hari ini. Penggiat industri musik, penyelenggara jasa internet (ISP), perwakilan anggota dewan dikatakan telah bertemu dengan Dirjen Aplikasi dan Telematika Ashwin Sasongko.
"Kami ingin menyamakan persepsi di sini dan akan memulai kick-off perlawanan terhadap situs musik ilegal pada tanggal 27 Juli mendatang," tukas James.
Sejauh ini ada 20 situs yang ditengarai menjadi situs musik ilegal. Mereka dianggap melanggar undang-undang lantaran memberi akses pengunduhan secara tidak resmi.
"20 situs yang kita pernah sebutkan itu sudah pasti ilegal, karena tidak ada satu pun asosiasi industri musik yang dihubungi untuk sekadar meminta izin. Cuma permasalahannya masyarakat tidak tahu," lanjut James.
"Ini masalahnya lebih ke soal kebiasaan. Waktu dulu ketika album fisik (kaset dan CD) marak, sering beredar barang bajakan. Kini tradisi itu dibawa ketika masuk ke teknologi digital," ia menyesalkan.
Tindakan tegas seperti pemblokiran dianggap menjadi salah satu cara untuk menertibkan kebiasaan negatif ini. Pun demikian, bukan berarti tindakan represif harus selalu menjadi pilihan. Edukasi di era digital juga dianggap penting, ketimbang terus-terusan mengatur dengan 'tangan besi'.
"Bisa saja kan setelah diblokir mereka insyaf lalu bisa duduk bareng untuk menggagas model bisnis yang legal," tukas James.
Menurut Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, pada tanggal 27 Juli mendatang, pemerintah dan stakeholder industri musik Tanah Air akan mengadakan sosialisasi tentang perlawanan mereka terhadap situs musik ilegal.
"Ini memang kick-off kami secara simbolis untuk melakukan perlawanan, tapi kita tidak bisa asal blokir," katanya.
Pasalnya, jika langsung melakukan pemblokiran, dikhawatirkan masyarakat bakal kaget dengan kebijakan tidak populis ini sehingga ujung-ujungnya akan menimbulkan resistensi yang tinggi.
"Untuk itu, kita sounding dulu kepada publik, biar mereka tidak kaget. Ketika isu ini merebak saja penolakan yang terjadi sudah tinggi," ujar Gatot.
Pemblokiran tentu saja sangat mungkin terjadi, bahkan konon sudah ada surat perintah untuk melakukan hal itu dari regulator. Namun ditegaskan Gatot, hal itu belum ditentukan kapan dilakukan.
"Ini sekarang kita tahapnya sosialisasi dulu, tenggat waktunya kita lihat situasi dan kondisi. Tapi aturan hukum terkait hal ini sudah sangat kuat," Gatot menandaskan.
Sebelumnya, komunitas industri musik mendesak Menkominfo Tifatul Sembiring untuk segera menutup 20 situs yang dinilai memberikan fasilitas download musik digital secara ilegal.
Desakan ini disampaikan oleh asosiasi musik seperti Asirindo, Prisindo, PAMMI, RMI, PAPPRI, ASIRI, APMINDO, Gaperindo, WAMI, dan KCI. Semuanya bergabung melawan pembajakan musik di era digital ini dalam payung kampanye 'Heal Our Music'.
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar
Mengatakan...